Selasa, 06 Juni 2017

menulis dan menerbitkan karya

Kalau apa yang kamu tulis, tidak ada yang mau menerbitkan. Menulis sajalah terus. Berlatihlah terus. Konsep menulis sesungguhnya hanyalah kegiatan menulis saja. Urusan menerbitkan karya adalah tahap yang lain. Jika hari ini tidak ada satu media koran, majalah, penerbit, atau apa pun yang bersedia menerbitkan karyamu. Terus sajalah menulis. Jika kamu memang cinta akan kegiatan itu. Latih terus kemampuan menulismu. Kumpulkan terus hasil tulisanmu. Sesungguhnya, tulisan yang selesai ditulis adalah 'tabungan', biarlah dia terkumpul lebih dulu. 
 Jangan cepat menyerah. Percayalah, setiap tulisan, sama seperti manusia, sudah ada jodohnya. Setiap naskah, pun begitu, akan selalu ada pembacanya. Hanya saja, ada manusia yang harus berbenah diri dulu baru menemukan jodohnya. Sama seperti naskah, ada yang harus diperbaiki dulu baru ada jodohnya, baru ada media yang menerbitkannya. 
 Dan, sesungguhnya, di era digital menerbitkan tulisan tidak sesulit zaman dulu. Ada banyak sekali media sosial, blog, website, dan semacamnya yang bisa kamu gunakan menerbitkan karyamu. Bahkan, kamu bisa menerbitkan tulisanmu setiap hari, jika mampu menulis setiap jam, bahkan lebih cepat dari itu, kamu bisa menerbitkan di media sosial. Lihatlah, banyak sekali penulis yang tumbuh bermula dari gerakan gerilya di media sosial. 
Jangan cepat patah semangat saat naskah dan tulisanmu ditolak penerbit. Bacalah kisah-kisah penulis besar di dunia, ada banyak sekali artikel semacam itu di internet, mereka tidak lantas seperti sekarang yang kita lihat saja. Ada yang bahkan ditolak puluhan kali. Tapi mereka tidak pernah mundur dan berhenti. Mereka terus maju. 
Menjadi penulis bukan sekadar untuk terlihat keren. Dan diterbitkan karya, lantas terkenal dengan cepat begitu saja. Menjadi penulis adalah proses panjang ---yang harus belajar seumur hidup. Jika hari ini kamu masih mendapat penolakan, tetaplah maju. Jika memang kamu mencintai kegiatan menulis. Jangan lupa manfaatkan media sosial. 
Hari ini, media sosial sudah sangat gampang dikelola. Dan secara nyata, kamu sudah punya media sendiri untuk memperkenalkan tulisan-tulisanmu. Tetaplah tekun, jika niatmu memang untuk menjadi penulis adalah niat yang sungguh-sungguh, seharusnya kamu adalah orang yang tangguh. Maju terus. Menulis terus. Hingga nanti kamu yang dicari-cari, tulisanmu yang dinanti-nanti. 

Minggu, 28 Mei 2017

HIDUP Yang memilih KITA

Tidak pernah ada yang berkata ini akan mudah.
Fighting for someone has never been easy. For me. For you. For us. Anyone.
Ketika kamu pikir ini adalah tentang berlari, pada akhirnya hanya akan ada lelah menghantui. Tidak ada yang bisa dipetik dari sesuatu yang terburu-buru. Karena, ini adalah tentang langkah demi langkah. Tidak tidak… lebih sedikit dari itu. Inci demi inci, yang di antara jaraknya terhampar bebatuan, yang di setiap detiknya dingin menyerang memilukan.
Sebelum berlayar, seringnya kita melupakan untuk melihat dari ketinggian. Mercusuar di ujung dermaga, memberikan gambaran jelas kapal-kapal yang karam karena ketidaksabaran. Kabut tebal di tengah samudera, mengelamkan segala yang terlihat di ujung mata. Desir ombak, tak sabar ingin menggulung tanpa kasihan.
Kadang kita lupa, ketika dihantam kenyataan, darah cinta mengalir dalam bentuk air mata dan doa. Namun ini bukan tentang berapa kali kita jatuh, bukan soal berapa kali kita saling menyakiti. Bukan pula tentang siapa yang menang antara ego atau kesalahan.
Ini soal waktu.
Kita hanya bisa melihat apa yang diajarkan hidup, jika kita memberikan waktu padanya, dan melewati segala pedihnya.
Seperti gurun tanpa ujung, namun ada keindahan langit penuh bintang di setiap malamnya. Seperti hujan tanpa reda, tetapi ada ketenangan dalam setiap rintiknya. Seperti dingin yang menusuk, ada hangat dalam temu, tawa, berbalut pelukan.
Kita hanya perlu melewatinya untuk tahu apa yang ada di baliknya.

Meski sama-sama penuh luka dan dengan tangan berlumur air mata, kita terpapah-papah melalui ini semua. Saling bopong melewati waktu. Dan ketika malam datang, langit semu bertanya padaku,
“Mengapa kamu berjalan sejauh ini?”
Tanpa jeda, dengan satu degup jantung, aku tahu apa alasanku sampai segininya.
Karena aku cinta kamu sampai segitunya