Pengertian Discovery Learning
|
Discovery Learning |
Model pembelajaran penemuan (discovery learning) diartikan sebagai
proses pembelajaran yang terjadi ketika siswa tidak disajikan informasi
secara langsung tetapi siswa dituntut untuk mengorganisasikan pemahaman
mengenai informasi tersebut secara mandiri. Siswa dilatih untuk terbiasa
menjadi seorang yang saintis (ilmuan). Mereka tidak hanya sebagai
konsumen, tetapi diharapkan pula bisa berperan aktif, bahkan sebagai
pelaku dari pencipta ilmu pengetahuan.
Berikut ini beberapa pengertian discovery learning dari beberapa sumber buku:
- Menurut Hosnan (2014:282), discovery learning adalah suatu model
untuk mengembangkan cara belajar aktif dengan menemukan sendiri,
menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama
dalam ingatan. Melalui belajar penemuan, siswa juga bisa belajar
berpikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri masalah yang dihadapi.
- Menurut Kurniasih, dkk (2014:64), Model discovery learning adalah
proses pembelajaran yang terjadi bila pelajaran tidak disajikan dengan
pelajaran dalam bentuk finalnya,tetapi diharapkan siswa
mengorganisasikan sendiri. Discovery adalah menemukan konsep melalui
serangkaian data atau informasi yang diperoleh melalui pengamatan atau
percobaan.
- Menurut Sund, discovery learning adalah proses mental dimana siswa
mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Proses mental
tersebut antara lain mengamati, mencerna, mengerti menggolong-golongkan,
membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan
sebagainya (Suryasubrata, 2002:193).
- Menurut Ruseffendi (2006:329), metode Discovery Learning adalah
metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak
memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya itu tidak melalui
pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri.
- Menurut Asmui (2009:154), metode Discovery Learning adalah suatu
metode untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan
sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yng diperoleh akan setia dan
tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah untuk dilupakan siswa.
Jenis dan Bentuk Discovery Learning
Menurut Suprihatiningrum (2014:244), terdapat dua cara dalam pembelajaran penemuan (Discovery Learning), yaitu:
- Pembelajaran penemuan bebas (Free Discovery Learning) yakni pembelajaran penemuan tanpa adanya petunjuk atau arahan.
- Pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning) yakni
pembelajaran yang membutuhkan peran guru sebagai fasilitator dalam
proses pembelajarannya.
Bentuk metode pembelajaran Discovery Learning dapat dilaksanakan dalam
komunikasi satu arah atau komunikasi dua arah bergantung pada besarnya
kelas, yang dijelaskan lebih detail sebagai berikut (Oemar Hamalik,
2009:187):
- Sistem satu arah. Pendekatan satu arah berdasarkan penyajian satu
arah yang dilakukan guru. Struktur penyajiannya dalam bentuk usaha
merangsang siswa melakukan proses discovery di depan kelas. Guru
mengajukan suatu masalah, dan kemudian memecahkan masalah tersebut
melalui langkah-langkah discovery.
- Sistem dua arah. Sistem dua arah melibatkan siswa dalam menjawab
pertanyaanpertanyaan guru. Siswa melakukan discovery, sedangkan guru
membimbing mereka ke arah yang tepat atau benar.
Karakteristik dan Tujuan Discovery Learning
Menurut Hosnan (2014), ciri atau karakteristik Discovery Learning adalah
(1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan,
mengabungkan, dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada siswa;
(3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang
sudah ada.
Sedangkan menurut Bell, metode Discovery Learning meliliki tujuan
melatih siswa untuk mandiri dan kreatif, antara lain sebagai berikut
(Hosnan, 2014):
- Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif
dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi banyak siswa
dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.
- Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola
dalam situasi konkrit mauun abstrak, juga siswa banyak meramalkan
(extrapolate) informasi tambahan yang diberikan.
- Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu
dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat
dalam menemukan.
- Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja
bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan
mneggunakan ide-ide orang lain.
- Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa
keterampilan-keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang
dipelajari melalui penemuan lebih bermakna.
- Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam
beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan
diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.
Langkah-langkah Discovery Learning
Menurut Veerman (2003) langkah-langkah pembelajaran dalam model
discovery learning antara lain Orientation, Hypothesis Generation,
Hypothesis Testing, Conclusion dan Regulation, yang secara rinci
dijelaskan sebagai berikut:
a. Orientation
Guru memberikan fenomena yang terkait dengan materi yang diajarkan untuk
memfokuskan siswa pada permasalahan yang dipelajari. Fenomena yang
ditampilkan oleh guru membuat guru mengetahui kemampuan awal siswa.
Tahap orientation melibatkan siswa untuk membaca pengantar dan atau
informasi latar belakang, mengidentifikasi masalah dalam fenomena,
menghubungkan fenomena dengan pengetahuan yang didapat sebelumnya.
Sintaks orientation melatihkan kemampuan interpretasi, analisis dan
evaluasi pada aspek kemampuan berpikir kritis. Produk dari tahapan
orientation dapat digunakan untuk tahapan yang lainya terutama tahapan
hypothesis generation dan conclusion.
b. Hypothesis Generation
Informasi mengenai fenomena yang didapatkan pada tahapan orientation
digunakan pada tahapan hypothesis generation. Tahapan hypothesis
generation membuat siswa merumuskan hipotesis terkait permasalahan.
Siswa merumuskan masalah dan mencari tujuan dari proses pembelajaran.
Sintaks hypothesis generation melatihkan kemampuan interpretasi,
analisis, evaluasi dan inferensi. Masalah yang telah dirumuskan diuji
pada tahapan hypothesis testing.
c. Hypothesis Testing
Hipothesis yang dihasilkan pada tahapan hypothesis generation tidak
dijamin kebenaranya. Pembuktian terhadap hipotesis yang dibuat oleh
siswa dibuktikan pada tahapan hypothesis testing. Tahapan pengujian
hipotesis siswa harus merancang dan melaksanakan eksperimen untuk
membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan, mengumpulkan data dan
mengkomunikasikan hasil dari eksperimen. Sintaks hypothesis testing
melatihkan kemampuan regulasi diri, evaluasi, analisis, interpretasi dan
penjelasan.
d. Conclusion
Kegiatan siswa pada tahapan conclusion adalah meninjau hipotesis yang
telah dirumuskan dengan fakta-fakta yang telah diperoleh dari pengujian
hipotesis. Siswa memutuskan fakta-fakta hasil pengujian hipotesis apakah
sesuai dengan hipotesis yang telah dirumuskan atau siswa
mengidentifikasi ketidaksesuaian antara hipotesis dengan fakta yang
diperoleh dari pengujian hipotesis. Tahapan conclusion membuat siswa
merevisi hipotesis atau mengganti hipotesis dengan hipotesis yang baru.
Sintaks conclusion melatihkan kemampuan menyimpulkan, analisis,
interpretasi, evaluasi dan penjelasan.
e. Regulation
Tahapan regulation berkaitan dengan proses perencanaan, monitoring dan
evaluasi. Perencanaan melibatkan proses menentukan tujuan dan cara untuk
mencapai tujuan tersebut. Monitoring merupakan sebuah proses untuk
mengetahui kebenaran langkah-langkah dan tindakan yang diambil oleh
siswa terkait waktu pelaksanaan dan hasil berdasarkan perencanaan yang
telah dibuat sebelumnya. Guru mengkonfirmasi kesimpulan dan
mengklarifikasi hasil-hasil yang tidak sesuai untuk menemukan konsep
sebagai produk dari proses pembelajaran. Sintaks regulation melatihkan
kemampuan evaluasi, regulasi diri, analisis, penjelasan, interpretasi
dan menyimpulkan.
Kelebihan dan Kekurangan Discovery Learning
Suherman, dkk (2001:179) menyebutkan terdapat beberapa kelebihan atau keunggulan metode Discovery Learning, yaitu:
- Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir.
- Siswa memahami benar bahan pelajarannya, sebab mengalami sendiri
proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama
untuk diingat.
- Menemukan sendiri bisa menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini
mendorongnya untuk melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya
meningkat.
- Siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks.
- Metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.
Sedangkan menurut Kurniasih, dkk (2014:64-65), metode Discovery Learning
juga memiliki beberapa kelemahan atau kekurangan, antara lain sebagai
berikut:
- Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk
belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak
atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep- konsep, yang
tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan
frustasi.
- Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak,
karna membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori
untuk pemecahan masalah lainnya.
- Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar
berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara- cara
belajar yang lama.
- Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman,
sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara
keseluruhan kurang mendapat perhatian.
- Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa.
- Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan
ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
Daftar Pustaka
- Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia.
- Kurniasih, Imas dan Berlin Sani. 2014. Implementasi Kurikulum 2013 Konsep dan Penerapan. Surabaya: Kata Pena.
- Suryabrata, Sumadi. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
- Ruseffendi. 2006. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika. Bandung: Tarsito.
- Asmani, Jamal Ma’mur. 2009. Manajemen Strategi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Yogyakarta: Diva press.
- Suprihatiningrum, Jamil. 2014. Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
- Hamalik, Omar. 2009. Pendekatan Baru Strategi Belajar mengajar Berdasarkan CBSA. Bandung: Sinar Baru Algensindo
- Suherman, Erman dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jica.
- Veerman, k. 2003. Intelligent Support for Discovery Learning. Twente: Twente University Press.