A. Pengertian Budaya dan Iklim
Sekolah
Secara etimologis pengertian budaya (culture) berasal dari kata latin colere, yang berarti membajak tanah, mengolah, memelihara ladang (Poespowardojo, 1993). Namun pengetian yang semula agraris lebih lanjut diterapkan pada hal-hal yang lebih rohani (Langeveld, 1993). Selanjutnya secara terminologis pengertian budaya menurut Montago dan Dawson (1993) merupakan way of life, yaitu cara hidup tertentu yang memancarkan identitas tertentu pula dari suatu bangsa. Kemudian Kotter dan Heskett (1992) yang dikutip dalam The American Herritage Dictionary mendefinisikan kebudayaan secara formal, “sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui kehidupan sosial, seni, agama, kelembagaan dan segala hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu kelompok manusia”. Selanjutnya Koentjaraningrat mendefinisikan budaya sebagai “keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar”. Lebih lanjut Koentjaraningrat membagi kebudayaan dalam tiga wujud yaitu:>wujud kebudayaan sebagai suatu kompleksitas dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan lain-lain;
Secara etimologis pengertian budaya (culture) berasal dari kata latin colere, yang berarti membajak tanah, mengolah, memelihara ladang (Poespowardojo, 1993). Namun pengetian yang semula agraris lebih lanjut diterapkan pada hal-hal yang lebih rohani (Langeveld, 1993). Selanjutnya secara terminologis pengertian budaya menurut Montago dan Dawson (1993) merupakan way of life, yaitu cara hidup tertentu yang memancarkan identitas tertentu pula dari suatu bangsa. Kemudian Kotter dan Heskett (1992) yang dikutip dalam The American Herritage Dictionary mendefinisikan kebudayaan secara formal, “sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui kehidupan sosial, seni, agama, kelembagaan dan segala hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu kelompok manusia”. Selanjutnya Koentjaraningrat mendefinisikan budaya sebagai “keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar”. Lebih lanjut Koentjaraningrat membagi kebudayaan dalam tiga wujud yaitu:>wujud kebudayaan sebagai suatu kompleksitas dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan lain-lain;
- wujud kebudayaan sebagai suatu kompleksitas aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat dan;
- wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Dari
beberapa pendapat yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa budaya
adalah sesuatu yang abstrak tetapi tetap memiliki dimensi yang mencolok, dapat
didefinisikan dan dapat diukur berdasarkan karakteristik umum seperti yang
dikemukakan oleh Robbins (1994) sebagai berikut: (1) inisiatif individual, (2)
toleransi terhadap tindakan beresiko, (3) arah, (4) integrasi, (5) dukungan
dari manajemen, (6) kontrol, (7) identitas, (8) sistem imbalan, (9) toleransi
terhadap konflik dan (10) pola-pola komunikasi.
Dalam lingkup tatanan dan pola yang menjadi karakteristik sebuah sekolah juga memiliki dimensi yang dapat di ukur yang menjadi ciri budaya sekolah seperti:
Dalam lingkup tatanan dan pola yang menjadi karakteristik sebuah sekolah juga memiliki dimensi yang dapat di ukur yang menjadi ciri budaya sekolah seperti:
- Tingkat tanggung jawab, kebebasan dan independensi personil sekolah dan komite sekolah dalam berinisiatif.
- Sejauh mana para personil sekolah dianjurkan dalam bertindak agresif, inovatif dan mengambil resiko.
- Sejauh mana sekolah menciptakan dengan jelas visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah.
- Sejauh mana unit-unit dalam sekolah didorong untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi.
- Tingkat sejauh mana kepala sekolah memberi informasi yang jelas, bantuan serta dukungan terhadap personil sekolah.
- Jumlah pengaturan dan pengawasan langsung yang digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku personil sekolah.
- Sejauh mana para personil sekolah mengidentifkasi dirinya secara keseluruhan dengan sekolah ketimbang dengan kelompok kerja tertentu atau bidang keahlian profesional
- Sejauh mana alokasi imbalan diberikan didasarkan atas kriteria prestasi
- Sejauh mana personil sekolah di dorong untuk mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka.
- Sejauh mana komunikasi antar personil sekolah dibatasi oleh hierarki yang formal (diadopsi dari karakteristik umum seperti yang dikemukakan oleh Stephen P. Robbins).
Dari sekian karakteristik yang ada,
didasarkan pada dimensi struktural organisasi sekolah dapat disimpulkan bahwa
semakin rutin teknologi dalam budaya sekolah semakin disentralisasi proses
pengambilan keputusan dalam lingkungan sekolah sehingga menciptakan budaya
komunikasi formal dan informal. Dengan kata lain bahwa budaya sekolah bukan
hanya refleksi dari sikap para personil sekolah, namun juga merupakan cerminan
kepribadian sekolah yang ditunjukan oleh perilaku individu dan kelompok dalam
sebuah komunitas sekolah.
Budaya sekolah adalah nilai-nilai dominan yang didukung oleh sekolah atau falsafah yang menuntun kebijakan sekolah terhadap semua unsur dan komponen sekolah termasuk stakeholders pendidikan, seperti cara melaksanakan pekerjaan di sekolah serta asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh personil sekolah. Budaya sekolah merujuk pada suatu sistem pengertian atau nilai, kepercayaan dan norma-norma yang diterima secara bersama serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai perilaku alami, yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang sama diantara seluruh unsur dan personil sekolah baik itu kepala sekolah, guru, staf, siswa dan jika perlu membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekolah.
Setiap sekolah memiliki kepribadian atau karakteristik tersendiri yang diciptakan dan dipertahankan serta mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan terhadap unsur dan komponen sekolah yang merupakan budaya dan iklim suatu sekolah. Jadi pada dasarnya sekolah harus dapat menciptakan bagaimana orang belajar dan bagaimana kita bisa membantu mereka belajar.
Budaya dan iklim sekolah bukanlah suatu sistem yang lahir sebagai aturan yang logis atau tidak logis, pantas atau tidak pantas yang harus dan patut ditaati dalam lingkungan sekolah, tetapi budaya dan iklim sekolah harus lahir dari lingkungan suasana budaya yang mendukung seseorang melaksanakan dengan penuh tanggung jawab, rela, alami dan sadar bahwa apa yang dilakukan (ketaatan itu muncul dengan sendirinya tanpa harus menunggu perintah atau dibawah tekanan) merupakan spontanitas berdasarkan kata hati karena didukung oleh iklim lingkungan yang menciptakan kesadaran kita dalam lingkungan sekolah. Misalnya budaya disiplin, budaya berprestasi dan budaya bersih
Budaya sekolah adalah nilai-nilai dominan yang didukung oleh sekolah atau falsafah yang menuntun kebijakan sekolah terhadap semua unsur dan komponen sekolah termasuk stakeholders pendidikan, seperti cara melaksanakan pekerjaan di sekolah serta asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh personil sekolah. Budaya sekolah merujuk pada suatu sistem pengertian atau nilai, kepercayaan dan norma-norma yang diterima secara bersama serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai perilaku alami, yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang sama diantara seluruh unsur dan personil sekolah baik itu kepala sekolah, guru, staf, siswa dan jika perlu membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekolah.
Setiap sekolah memiliki kepribadian atau karakteristik tersendiri yang diciptakan dan dipertahankan serta mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan terhadap unsur dan komponen sekolah yang merupakan budaya dan iklim suatu sekolah. Jadi pada dasarnya sekolah harus dapat menciptakan bagaimana orang belajar dan bagaimana kita bisa membantu mereka belajar.
Budaya dan iklim sekolah bukanlah suatu sistem yang lahir sebagai aturan yang logis atau tidak logis, pantas atau tidak pantas yang harus dan patut ditaati dalam lingkungan sekolah, tetapi budaya dan iklim sekolah harus lahir dari lingkungan suasana budaya yang mendukung seseorang melaksanakan dengan penuh tanggung jawab, rela, alami dan sadar bahwa apa yang dilakukan (ketaatan itu muncul dengan sendirinya tanpa harus menunggu perintah atau dibawah tekanan) merupakan spontanitas berdasarkan kata hati karena didukung oleh iklim lingkungan yang menciptakan kesadaran kita dalam lingkungan sekolah. Misalnya budaya disiplin, budaya berprestasi dan budaya bersih
- 2. Iklim Sekolah
Secara konseptual, iklim lingkungan
atau suasana di sekolah didefinisikan sebagai seperangkat atribut yang memberi
warna atau karakter, spirit, ethos, suasana batin, setiap sekolah (Fisher &
Fraser, 1990; Tye, 1974). Secara operasional, sebagaimana halnya pengertian
iklim pada cuaca, iklim lingkungan di sekolah dapat dilihat dari
faktor seperti kurikulum, sarana, dan kepemimpinan kepala sekolah, dan
lingkungan pembelajaran di kelas.
Beberapa pengertian lain mengenai iklim sekolah yang hampir memiliki makna serupa dikemukakan berikut ini. Hoy dan Miskel (1987) merumuskan pengertian iklim sekolah sebagai persepsi guru terhadap lingkungan kerja umum sekolah. De Roche (1985) mengemukakan iklim sebagai hubungan antar-personil, sosial dan faktor-faktor kultural yang mempengaruhi perilaku individu dan kelompok dalam lingkungan sekolah.
Selama dua dasawarsa lingkungan pembelajaran di sekolah dipandang sebagai salah satu faktor penentu keefektifan suatu sekolah (Creemer et al., 1989). Fisher dan Fraser (1990) juga menyatakan bahwa peningkatan mutu lingkungan kerja di sekolah dapat menjadikan sekolah lebih efektif dalam memberikan proses pembelajaran yang lebih baik.
Freiberg (1998) menegaskan bahwa lingkungan yang sehat di suatu sekolah memberikan kontribusi yang signifikan terhadapan proses kegiatan belajar mengajar yang efektif. Ia memberikan argumen bahwa pembentukan lingkungan kerja sekolah yang kondusif menjadikan seluruh anggota sekolah melakukan tugas dan peran mereka secara optimal. Hasil-hasil penelitian selaras dan mendukung penegasan tersebut. Misalnya, penelitian oleh Van de Grift dan kawan-kawan (1997) di 121 sekolah menengah di Belanda menunjukkan bahwa prestasi akademik siswa untuk bidang matematika dipengaruhi oleh sikap siswa terhadap mata pelajaran matematika, apresiasi terhadap usaha guru, serta lingkungan pembelajaran yang terstruktur. Atwool (1999) menyatakan bahwa lingkungan pembelajaran sekolah, dimana siswa mempunyai kesempatan untuk melakukan hubungan yang bermakna di dalam lingkungan sekolahnya, sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan belajar siswa, memfasilitasi siswa untuk bertingkah laku yang sopan, serta berpotensi untuk membantu siswa dalam menghadapi masalah yang dibawa dari rumah. Selanjutnya Samdal dan kawan-kawan (1999) juga telah mengidentifikasi tiga aspek lingkungan psikososial sekolah yang menetukan prestasi akademik siswa. Ketiga aspek tersebut adalah tingkat kepuasan siswa terhadap sekolah, terhadap keinginan guru, serta hubungan yang baik dengan sesama siswa. Mereka juga menyarankan bahwa intervensi sekolah yang meningkatkan rasa kepuasan sekolah akan dapat meningkatkan prestasi akademik siswa.
Hoy dan Hannum (1997) menemukan bahwa lingkungan sekolah dimana rasa kebersamaan sesama guru tinggi, dukungan sarana memadai, target akademik tinggi, dan kemantapan integritas sekolah sebagai suatu institusi mendukung pencapaian prestasi akademik siswa yang lebih baik. Selain dari itu, Sweetland dan Hoy (2000) menyatakan bahwa iklim lingkungan sekolah dimana pemberdayaan guru menjadi prioritas adalah sangat esensial bagi keefektifan sekolah yang pada muaranya mempengaruhi prestasi siswa secara keseluruhan. Hasil-hasil penelitian juga menunjukkan hubungan antara iklim lingkungan sekolah dengan sikap siswa terhadap mata pelajaran. Papanastaiou (2002) menyatakan bahwa baik secara langsung maupun tidak langsung, iklim lingkungan sekolah memberi efek terhadap sikap siswa terhadap mata pelajaran IPA di sekolah menengah.
Beberapa pengertian lain mengenai iklim sekolah yang hampir memiliki makna serupa dikemukakan berikut ini. Hoy dan Miskel (1987) merumuskan pengertian iklim sekolah sebagai persepsi guru terhadap lingkungan kerja umum sekolah. De Roche (1985) mengemukakan iklim sebagai hubungan antar-personil, sosial dan faktor-faktor kultural yang mempengaruhi perilaku individu dan kelompok dalam lingkungan sekolah.
Selama dua dasawarsa lingkungan pembelajaran di sekolah dipandang sebagai salah satu faktor penentu keefektifan suatu sekolah (Creemer et al., 1989). Fisher dan Fraser (1990) juga menyatakan bahwa peningkatan mutu lingkungan kerja di sekolah dapat menjadikan sekolah lebih efektif dalam memberikan proses pembelajaran yang lebih baik.
Freiberg (1998) menegaskan bahwa lingkungan yang sehat di suatu sekolah memberikan kontribusi yang signifikan terhadapan proses kegiatan belajar mengajar yang efektif. Ia memberikan argumen bahwa pembentukan lingkungan kerja sekolah yang kondusif menjadikan seluruh anggota sekolah melakukan tugas dan peran mereka secara optimal. Hasil-hasil penelitian selaras dan mendukung penegasan tersebut. Misalnya, penelitian oleh Van de Grift dan kawan-kawan (1997) di 121 sekolah menengah di Belanda menunjukkan bahwa prestasi akademik siswa untuk bidang matematika dipengaruhi oleh sikap siswa terhadap mata pelajaran matematika, apresiasi terhadap usaha guru, serta lingkungan pembelajaran yang terstruktur. Atwool (1999) menyatakan bahwa lingkungan pembelajaran sekolah, dimana siswa mempunyai kesempatan untuk melakukan hubungan yang bermakna di dalam lingkungan sekolahnya, sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan belajar siswa, memfasilitasi siswa untuk bertingkah laku yang sopan, serta berpotensi untuk membantu siswa dalam menghadapi masalah yang dibawa dari rumah. Selanjutnya Samdal dan kawan-kawan (1999) juga telah mengidentifikasi tiga aspek lingkungan psikososial sekolah yang menetukan prestasi akademik siswa. Ketiga aspek tersebut adalah tingkat kepuasan siswa terhadap sekolah, terhadap keinginan guru, serta hubungan yang baik dengan sesama siswa. Mereka juga menyarankan bahwa intervensi sekolah yang meningkatkan rasa kepuasan sekolah akan dapat meningkatkan prestasi akademik siswa.
Hoy dan Hannum (1997) menemukan bahwa lingkungan sekolah dimana rasa kebersamaan sesama guru tinggi, dukungan sarana memadai, target akademik tinggi, dan kemantapan integritas sekolah sebagai suatu institusi mendukung pencapaian prestasi akademik siswa yang lebih baik. Selain dari itu, Sweetland dan Hoy (2000) menyatakan bahwa iklim lingkungan sekolah dimana pemberdayaan guru menjadi prioritas adalah sangat esensial bagi keefektifan sekolah yang pada muaranya mempengaruhi prestasi siswa secara keseluruhan. Hasil-hasil penelitian juga menunjukkan hubungan antara iklim lingkungan sekolah dengan sikap siswa terhadap mata pelajaran. Papanastaiou (2002) menyatakan bahwa baik secara langsung maupun tidak langsung, iklim lingkungan sekolah memberi efek terhadap sikap siswa terhadap mata pelajaran IPA di sekolah menengah.
- B. Tujuan Dan Manfaat Pengembangan Budaya dan Iklim Sekolah
Hasil pengembangan budaya sekolah
adalah meningkatkan perilaku yang konsisten dan untuk menyampaikan kepada
personil sekolah tentang bagaimana perilaku yang seharusnya dilakukan untuk
membangun kepribadian mereka dalam lingkungan sekolah yang sesuai dengan iklim
lingkungan yang tercipta di sekolah baik itu lingkungan fisik maupun iklim
kultur yang ada.
Pemahaman bahwa budaya dan iklim sekolah mempunyai sifat yang sama, tidak berarti bahwa tidak akan terdapat sub-budaya di dalam budaya sekolah. Oleh karena itu budaya yang terbentuk dalam lingkungan sekolah yang merupakan karakteristik sekolah adalah budaya dominan atau budaya yang kuat, dianut, diatur dengan baik dan dirasakan bersama secara luas. Makin banyak personil sekolah yang menerima nilai-nilai inti, menyetujui gagasan berdasarkan kepentingannya, dan merasa sangat terikat pada nilai yang ada maka makin kuat budaya tersebut. Karena para personil sekolah memiliki pengalaman yang diterima bersama, sehingga dapat menciptakan pengertian yang sama. Hal ini bukan berarti bahwa anggota yang stabil memiliki budaya yang kuat, karena nilai inti dari budaya sekolah harus dipertahankan dan dijunjung tinggi.
Untuk menciptakan budaya sekolah yang kuat dan positif perlu dibarengi dengan rasa saling percaya dan saling memiliki yang tinggi terhadap sekolah, memerlukan perasaan bersama dan intensitas nilai yang memungkinkan adanya kontrol perilaku individu dan kelompok serta memiliki satu tujuan dalam menciptakan perasaan sebagai satu keluarga. Dengan kondisi seperti ini dan dibarengi dengan kontribusi yang besar terhadap harapan dan cita-cita individu dan kelompok sebagai wujud dan harapan sekolah yang tertuang dalam visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah ditunjang oleh iklim sekolah yang mendukung kontribusi tersebut.
Manfaat yang diperoleh dengan pengembangan budaya dan iklim sekolah yang kuat, intim, kondusif dan bertanggung jawab adalah:
Pemahaman bahwa budaya dan iklim sekolah mempunyai sifat yang sama, tidak berarti bahwa tidak akan terdapat sub-budaya di dalam budaya sekolah. Oleh karena itu budaya yang terbentuk dalam lingkungan sekolah yang merupakan karakteristik sekolah adalah budaya dominan atau budaya yang kuat, dianut, diatur dengan baik dan dirasakan bersama secara luas. Makin banyak personil sekolah yang menerima nilai-nilai inti, menyetujui gagasan berdasarkan kepentingannya, dan merasa sangat terikat pada nilai yang ada maka makin kuat budaya tersebut. Karena para personil sekolah memiliki pengalaman yang diterima bersama, sehingga dapat menciptakan pengertian yang sama. Hal ini bukan berarti bahwa anggota yang stabil memiliki budaya yang kuat, karena nilai inti dari budaya sekolah harus dipertahankan dan dijunjung tinggi.
Untuk menciptakan budaya sekolah yang kuat dan positif perlu dibarengi dengan rasa saling percaya dan saling memiliki yang tinggi terhadap sekolah, memerlukan perasaan bersama dan intensitas nilai yang memungkinkan adanya kontrol perilaku individu dan kelompok serta memiliki satu tujuan dalam menciptakan perasaan sebagai satu keluarga. Dengan kondisi seperti ini dan dibarengi dengan kontribusi yang besar terhadap harapan dan cita-cita individu dan kelompok sebagai wujud dan harapan sekolah yang tertuang dalam visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah ditunjang oleh iklim sekolah yang mendukung kontribusi tersebut.
Manfaat yang diperoleh dengan pengembangan budaya dan iklim sekolah yang kuat, intim, kondusif dan bertanggung jawab adalah:
- Menjamin kualitas kerja yang lebih baik.
- Membuka seluruh jaringan komunikasi dari segala jenis dan level baik komunikasi vertikal maupun horisontal.
- Lebih terbuka dan transparan
- Menciptakan kebersamaan dan rasa saling memiliki yang tinggi
- Meningkatkan solidaritas dan rasa kekeluargaan
- Jika menemukan kesalahan akan segera dapat diperbaiki
- Dapat beradaptasi dengan baik terhadap perkembangan IPTEK
Manfaat ini bukan hanya dirasakan dalam
lingkungan sekolah tetapi dimana saja karena dibentuk oleh norma pribadi dan
bukan oleh aturan yang kaku dengan berbagai hukuman jika terjadi pelanggaran
yang dilakukan.
Selain beberapa manfaat diatas, manfaat lain bagi individu dan kelompok secara pribadi adalah :
Selain beberapa manfaat diatas, manfaat lain bagi individu dan kelompok secara pribadi adalah :
- Meningkatkan kepuasan kerja
- Pergaulan lebih akrab
- Disiplin meningkat
- Pengawasan fungsional berkurang
- Muncul keinginan untuk selalu ingin berbuat
- Belajar dan berprestasi terus serta
- Selalu ingin memberikan yang terbaik bagi sekolah, keluarga, orang lain dan diri sendiri.
- C. Model Pengembangan Budaya dan Iklim Sekolah
Model pengembangan budaya dan iklim
sekolah yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik
itu kepala sekolah, guru dan staf sekolah dan utamanya siswa itu sendiri dapat
dijadikan dasar dalam upaya memperbaiki iklim sekolah. Model tersebut merupakan
integrasi komponen-komponen seperti budaya sekolah, iklim organisasi, dan
pranata sistem sekolah.
Komponen pengembangan budaya dan iklim sekolah secara umum dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori dengan beberapa aspek sebagai berikut:
Komponen pengembangan budaya dan iklim sekolah secara umum dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori dengan beberapa aspek sebagai berikut:
- Budaya sekolah meliputi aspek-aspek:
- Nilai
- Norma
- Perilaku
- Lingkungan fisik sekolah meliputi:
- Keindahan
- Keamanan
- Kenyamanan
- Ketentraman
- Kebersihan
- Lingkungan sistem sekolah meliputi:
- Berbasis mutu
- Kepemimpinan kepala sekolah
- Disiplin dan tata tertib
- Penghargaan dan insentif
- Harapan untuk berprestasi
- Akses informasi
- Evaluasi
- Komunikasi yang intensif dan terbuka
Model berikut ini menjelaskan
tentang bagaimana membangun sebuah budaya dan iklim sekolah berdasarkan
unsur-unsur di atas. Model tersebut menggambarkan bahwa budaya dan iklim
organisasi merupakan kumpulan nilai-nilai, norma dan perilaku yang mengontrol
interaksi-personil sekolah dengan orang diluar sekolah. Budaya organisasi
sekolah tidak bisa lepas dari nilai-nilai yang dianut oleh individu-induidu
yang memiliki kepentingan dengan sekolah, atau dengan kata lain budaya dan
iklim sekolah merupakan hasil interaksi nilai-nilai yang dianut individu di
dalam dan diluar sekolah. Sekolah merupakan kesatuan sosial yang
dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah batasan yang relatif kontinyu untuk
mencapai visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah.
|
|
Gambar 1. Model dalam Membangun
Budaya dan iklim Sekolah
- D. Prinsip-Prinsip Pengembangan Budaya dan Iklim Sekolah
Prinsip adalah ”suatu pernyataan
atau suatu kebenaran yang pokok, yang memberikan suatu petunjuk kepada
pemikiran atau tindakan” (Moekijat ,1990). Lebih jauh dijelaskan pengertian
prinsip yakni pedoman-pedoman yang dapat membantu dalam penerapan manajemen
yang harus dipergunakan secara cermat dan bijaksana.
Budaya dan iklim sekolah yang efektif akan memberikan efek positif bagi semua unsur dan personil sekolah seperti kepala sekolah, guru, staf, siswa dan masyarakat. Prinsip-prinsip yang menjadi acuan dalam pengembangan budaya dan iklim sekolah adalah sebagai berikut:
1. Berfokus Pada Visi, Misi dan Tujuan Sekolah</liPengembangan budaya dan iklim sekolah harus senantiasa sejalan dengan visi, misi dan tujuan sekolah. Fungsi visi, misi, dan tujuan sekolah adalah mengarahkan pengembangan budaya dan iklim sekolah. Visi tentang keunggulan mutu misalnya, harus disertai dengan program-program yang nyata mengenai penciptaan budaya dan iklim sekolah.
2. Penciptaan Komunikasi Formal dan InformalKomunikasi merupakan dasar bagi koordinasi dalam sekolah, termasuk dalam menyampaikan pesan-pesan pentingnya budaya dan iklim sekolah. Komunikasi informal sama pentingnya dengan komunikasi formal. Dengan demikian kedua jalur komunikasi tersebut perlu digunakan dalam menyampaikan pesan secara efektif dan efisien.
3. Inovatif dan Bersedia Mengambil ResikoSalah satu dimensi budaya organisasi adalah inovasi dan kesediaan mengambil resiko. Setiap perubahan budaya sekolah menyebabkan adanya resiko yang harus diterima khususnya bagi para pembaharu. Ketakutan akan resiko menyebabkan kurang beraninya seorang pemimpin mengambil sikap dan keputusan dalam waktu cepat.
4. Memiliki Strategi yang Jelas
Budaya dan iklim sekolah yang efektif akan memberikan efek positif bagi semua unsur dan personil sekolah seperti kepala sekolah, guru, staf, siswa dan masyarakat. Prinsip-prinsip yang menjadi acuan dalam pengembangan budaya dan iklim sekolah adalah sebagai berikut:
1. Berfokus Pada Visi, Misi dan Tujuan Sekolah</liPengembangan budaya dan iklim sekolah harus senantiasa sejalan dengan visi, misi dan tujuan sekolah. Fungsi visi, misi, dan tujuan sekolah adalah mengarahkan pengembangan budaya dan iklim sekolah. Visi tentang keunggulan mutu misalnya, harus disertai dengan program-program yang nyata mengenai penciptaan budaya dan iklim sekolah.
2. Penciptaan Komunikasi Formal dan InformalKomunikasi merupakan dasar bagi koordinasi dalam sekolah, termasuk dalam menyampaikan pesan-pesan pentingnya budaya dan iklim sekolah. Komunikasi informal sama pentingnya dengan komunikasi formal. Dengan demikian kedua jalur komunikasi tersebut perlu digunakan dalam menyampaikan pesan secara efektif dan efisien.
3. Inovatif dan Bersedia Mengambil ResikoSalah satu dimensi budaya organisasi adalah inovasi dan kesediaan mengambil resiko. Setiap perubahan budaya sekolah menyebabkan adanya resiko yang harus diterima khususnya bagi para pembaharu. Ketakutan akan resiko menyebabkan kurang beraninya seorang pemimpin mengambil sikap dan keputusan dalam waktu cepat.
4. Memiliki Strategi yang Jelas
Pengembangan budaya dan iklim
sekolah perlu ditopang oleh strategi dan program. Startegi mencakup cara-cara
yang ditempuh sedangkan program menyangkut kegiatan operasional yang perlu
dilakukan. Strategi dan program merupakan dua hal yang selalu berkaitan.
5. Berorientasi Kinerja
Pengembangan budaya dan iklim sekolah perlu diarahkan pada sasaran yang sedapat mungkin dapat diukur. Sasaran yang dapat diukur akan mempermudah pengukuran capaian kinerja dari suatu sekolah.
6. Sistem Evaluasi yang Jelas
Untuk mengetahui kinerja pengembangan budaya dan iklim sekolah perlu dilakukan evaluasi secara rutin dan bertahap: jangka pendek, sedang, dan jangka panjang. Karena itu perlu dikembangkan sistem evaluasi terutama dalam hal: kapan evaluasi dilakukan, siapa yang melakukan dan mekanisme tindak lanjut yang harus dilakukan.
7. Memiliki Komitmen yang Kuat
Komitemen dari pimpinan dan warga sekolah sangat menentukan implementasi program-program pengembangan budaya dan iklim sekolah. Banyak bukti menunjukkan bahwa komitmen yang lemah terutama dari pimpinan menyebabkan program-program tidak terlaksana dengan baik.
8. Keputusan Berdasarkan Konsensus
Ciri budaya organisasi yang positif adalah pengembilan keputusan partisipatif yang berujung pada pengambilan keputusan secara konsensus. Meskipun hal itu tergantung pada situasi keputusan, namun pada umumnya konsensus dapat meningkatkan komitmen anggota organisasi dalam melaksanakan keputusan tersebut.
5. Berorientasi Kinerja
Pengembangan budaya dan iklim sekolah perlu diarahkan pada sasaran yang sedapat mungkin dapat diukur. Sasaran yang dapat diukur akan mempermudah pengukuran capaian kinerja dari suatu sekolah.
6. Sistem Evaluasi yang Jelas
Untuk mengetahui kinerja pengembangan budaya dan iklim sekolah perlu dilakukan evaluasi secara rutin dan bertahap: jangka pendek, sedang, dan jangka panjang. Karena itu perlu dikembangkan sistem evaluasi terutama dalam hal: kapan evaluasi dilakukan, siapa yang melakukan dan mekanisme tindak lanjut yang harus dilakukan.
7. Memiliki Komitmen yang Kuat
Komitemen dari pimpinan dan warga sekolah sangat menentukan implementasi program-program pengembangan budaya dan iklim sekolah. Banyak bukti menunjukkan bahwa komitmen yang lemah terutama dari pimpinan menyebabkan program-program tidak terlaksana dengan baik.
8. Keputusan Berdasarkan Konsensus
Ciri budaya organisasi yang positif adalah pengembilan keputusan partisipatif yang berujung pada pengambilan keputusan secara konsensus. Meskipun hal itu tergantung pada situasi keputusan, namun pada umumnya konsensus dapat meningkatkan komitmen anggota organisasi dalam melaksanakan keputusan tersebut.
- 9. Sistem Imbalan yang Jelas
Pengembangan budaya dan iklim
sekolah hendaknya disertai dengan sistem imbalan meskipun tidak selalu dalam
bentuk barang atau uang. Bentuk lainnya adalah penghargaan atau kredit poin
terutama bagi siswa yang menunjukkan perilaku positif yang sejalan dengan
pengembangan budaya dan iklim sekolah.
10. Evaluasi Diri
Evaluasi diri merupakan salah satu alat untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi di sekolah. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan curah pendapat atau menggunakan skala penilaian diri. Kepala sekolah dapat mengembangkan metode penilaian diri yang berguna bagi pengembangan budaya dan iklim sekolah. Halaman berikut ini dikemukakan satu contoh untuk mengukur budaya dan iklim sekolah.
E. Asas-Asas Pengembangan Budaya dan Iklim SekolahDefinisi budaya dan iklim sekolah sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya merupakan sebuah pola asumsi dasar dalam mengembangkan budaya dan iklim sekolah efektif, sehingga unsur dan prinsip-prinsipnya dianggap valid untuk dilaksanakan secara terus menerus serta diterapkan bukan hanya dianggap sebagai strategi tetapi lebih condong dipandang sebagai budaya. Oleh karena itu peningkatan mutu dan kualitas pendidikan di sekolah harus senantiasa dibarengi dengan pengembangan budaya dan iklim sekolah yang kondusif dengan menerapkan nilai-nilai dasar sebagai asas kehidupan sekolah.
10. Evaluasi Diri
Evaluasi diri merupakan salah satu alat untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi di sekolah. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan curah pendapat atau menggunakan skala penilaian diri. Kepala sekolah dapat mengembangkan metode penilaian diri yang berguna bagi pengembangan budaya dan iklim sekolah. Halaman berikut ini dikemukakan satu contoh untuk mengukur budaya dan iklim sekolah.
E. Asas-Asas Pengembangan Budaya dan Iklim SekolahDefinisi budaya dan iklim sekolah sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya merupakan sebuah pola asumsi dasar dalam mengembangkan budaya dan iklim sekolah efektif, sehingga unsur dan prinsip-prinsipnya dianggap valid untuk dilaksanakan secara terus menerus serta diterapkan bukan hanya dianggap sebagai strategi tetapi lebih condong dipandang sebagai budaya. Oleh karena itu peningkatan mutu dan kualitas pendidikan di sekolah harus senantiasa dibarengi dengan pengembangan budaya dan iklim sekolah yang kondusif dengan menerapkan nilai-nilai dasar sebagai asas kehidupan sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar